Mungkin banyak diantara kita yang tidak yakin akan adanya berkat dibalik pandemi. Dan ini sangat beralasan. Mengapa ? Karena selama pandemi ini berlangsung, kita bisa melihat banyak saudara kita yang meninggal dunia. Ada tangisan karena kehilangan orang-orang yang tercinta. Ada bunyi suara ambulans. Tidak ada harapan. Banyak orang yang kehilangan pekerjaan. Banyak terjadi kekerasan dalam rumah tangga, dsb. Dari sini kesimpulan awal yang bisa diambil adalah tidak masuk akal jika dikatakan bahwa ada berkat selama pandemi. Yang  ada adalah kekacauan. Jika  ada diantara kita sampai pada kesimpulan ini maka selesailah tulisan ini. Tetapi kalau tidak, kita akan berlanjut pada pertanyaan berikut: apakah ada berkat yang bisa diambil walaupun kita masih berada dalam situasi pandemi? Jawabannya adalah ADA. Mari kita daftarkan dan renungkan bersama berkat-berkat yang dialami selama pandemi ini:

  1. Keluarga adalah segalanya

Dalam situasi normal, kesibukan kerja membuat intimitas antar-anggota keluarga (orang tua – anak, anak – orang tua, suami – istri) sama sekali kurang diperhatikan. Bahkan pengalaman membuktikan bahwa ada orang tua yang berangkat subuh saat anaknya masih terlelap tidur dan pulang disaat anaknya sudah kembali istirahat. Komunikasi jarang dilakukan. Tidak ada waktu lebih untuk menyapa dan bercengkrama dengan anggota keluarga. Orang tua terlalu sibuk. Anak-anak juga tidak bisa mengganggu waktu orang tuanya. Bahkan pekerjaan yang seharusnya diselesaikan di kantor dibawa pulang ke rumah.

Tetapi selama pandemi ini, semua orang harus bekerja dari rumah. Sehingga waktu begitu banyak untuk berada di rumah. Dan inilah berkatnya. Orang tua bisa mendampingi anaknya saat PJJ. Anak-anak juga tahu apa yang menjadi pekerjaan orang tuanya. Waktu untuk keluarga sangat banyak jika itu digunakan dengan maksimal. Relasi intim sungguh-sungguh dirasakan.

  1. Orang tua adalah guru pertama dan utama

Dalam situasi normal, banyak orang tua yang melepas tugasnya sebagai guru utama bagi anak-anaknya. Semuanya diserahkan kepada pihak sekolah. Bahkan ada yang mengatakan: “yang penting kami sudah bayar uang sekolah; baik-buruknya anak kami adalah tanggung-jawab para guru.” Dan karena adanya pikiran seperti ini, tidak jarang guru-guru “dituntut” untuk bertanggung-jawab jika anaknya mendapat nilai jelek; jika anaknya berkata kasar; jika anaknya tidak tahu berterima kasih.

Tetapi selama pandemi ini, orang tua disadarkan kembali bahwa tugas mendidik anak –untuk tidak terbatas pada kegiatan mengajar saja – adalah tugas utama semua orang tua. Inilah berkatnya: orang tua DISADARKAN akan tugas utamanya sebagai seorang GURU. Dan ternyata, ketika selama 24 jam bersama dengan anak-anaknya, orang tua tahu bahwa betapa tidak mudahnya menjadi guru. Kerinduan untuk sekolah secara normal lagi, juga rasa hormat terhadap para guru ada saat pandemi. Akankan ini dipertahankan ? Mari kita berefleksi.

  1. Solider dengan sesama

Selama pandemi, kita diajarkan untuk solider dengan sesama teristimewa saudara-saudari kita yang terpapar virus covid-19. Sekali lagi ini bukan urusan kamu, bukan hanya urusan saya, tetapi urasan kita semua. Dan kita bisa melihat, banyak dari kita yang mau belajar untuk berbagi serta memperhatikan sesamanya. Berbagi dari kekurangan jauh lebih bernilai jika itu diberikan dengan tulus hati.

  1. Kesehatan adalah segalanya

Pada saat normal, orang mungkin cuek dengan kesehatannya. Ada yang bekerja dengan keras sampai tidak memperhatikan asupan gizi dan vitamin untuk tubuhnya. Ada yang kurang istirahat. Ada juga yang jarang untuk berolahraga.

Tetapi selama pandemi, banyak diantara kita yang mau berjemur di pagi hari. Ada yang rutin berolahraga. Ada yang rutin minum vitamin dan makan makanan yang bergizi.

Dan inilah berkat selanjutnya: sehat itu penting; sehat itu mahal harganya.

  1. Menjadi manusia pembelajar

Di saat normal, banyak diantara kita yang malas untuk belajar lagi. Apalagi menggunakan waktu untuk membaca dan mencoba hal-hal baru. Kita enggan untuk mengembangkan potensi diri. Kita senang dengan kenyamanan diri sendiri.

Tetapi selama pandemi ini, dan jika kita menghargai waktu, inilah saat untuk kita belajar. Banyak yang baru sadar bahwa ada kemampuan lain dalam dirinya untuk dikembangkan dan tentu menghasilkan hal-hal yang positif. Untuk para guru, berkat yang didapat saat pandemi ini adalah kami yang awalnya belum bisa menggunakan aplikasi-aplikasi pembelajaran (timelink, g-meet, zoom, dll) akhirnya harus belajar dan sekarang sebagian besar sudah bisa menggunakannya dalam pembelajaran secara online. Maka benarlah adagium berikut ini: “ketika manusia terdesak/terhimpit dengan tuntutan atau beban hidup (pembelajaran dan penguasaan IT), disaat itulah dia harus belajar.” Semua itu bisa dilalui serta bisa dipelajari. Pertanyaannya adalah apakah kita mau selalu belajar atau diam dan tidak mau bergerak ?

  1. Menjadi manusia kreatif dan inovatif

Manusia yang hidup biasa-biasa saja akan mengalami ketertinggalan. Untuk itu, menjadi manusia yang kreatif dan inofatif adalah keniscayaan. Pandemi ini memberikan banyak kesempatan kepada kita untuk berbuat sesuatu yang “berbeda.” Mereka yang terus belajar, mau mencoba, tidak takut gagal adalah orang-orang yang bisa bertahan hidup di tengah pandemi seberat apa pun jenisnya. Karena jika kreatifitas dan inovasi ini terus dilakukan, maka dunia ini akan kaya dan berkembang. Ditambah lagi keadaan saat ini dimana teknologi bertumbuh dengan pesat dan banyak orang yang ingin cepat dan instan dalam pemenuhan kebutuhannya, kreatifitas dan inovasi menjadi prioritas.

  1. …..???? (silakan diisi sendiri berkat-berkat yang dialami selama pandemi)

Dengan demikian marilah kita belajar untuk selalu melihat semua peristiwa hidup dari sudut pandang positif sekalipun peristiwa yang dialami terlalu berat dan sulit untuk dijalani. Jika kita selalu memakai sudut pandang yang negatif, maka berkat-berkat tersembunyi dari Tuhan sulit untuk kita rasakan. Semoga….

(by: Petrus laritmas/SMP Santo Kristoforus I)